Lullaby
Apa yang akan kau lakukan saat sebuah rasa penyesalan kepada seseorang yang sangat menyayangimu datang terlambat?
.
.
.
Kulangkahkan
kaki ini menuju sebuah tempat. Tempat dimana banyak sekali kenangan yang tersimpan
rapi di dalamnya. Dan kuberhentikan langkah ini menuju sebuah pintu tua, banyak
bercak bercak di sana sini termakan usia. Dengan sisa tenaga yang mungkin tak
kan dapat kutahan ini, kubuka perlahan pintu tua ini. Akupun mulai masuk
kedalam sebuah tempat kenangan yang perlahan mulai menyeruak kedalam ingatanku
secara perlahan seiringnya kaki ini semakin masuk menyusuri setiap jengkal
ruangan ini.Masih
teringat jelas dan mungkin membekas di diri, saat suaramu yang begitu merdu
menyapa indra pendengaranku. Bagaimana dirimu memanggil namaku, suara laksana
malaikat surga.Kualihkan
pandanganku ke sebuah pigura yang masih tergantung rapi. Dan disana, kulihat
wajahmu… wajahmu yang anggun walaupun banyak terdapat gurat gurat kelelahan.
Entah kenapa kaki ini mulai melangkah dengan perlahan ketempat dimana pigura
itu diletakkan, kuberdiri didepannya, dengan sangat perlahan kusentuh bingkai
wajahmu. Kupejamkan mata ini menyusuri semua kenangan pahit yang kuyakin banyak
melukai hatimu.
.
.
“Helena! Sudah mama katakan, jangan
berkeliaran di luar malam malam dengan teman teman mu itu!”
“Jangan pernah melarangku mama! Kau yang
membuatku seperti ini, siapa yang menyuruhmu bercerai dengan papa sedangkan
mama belum sanggup menghidupiku!”
“H-helena...”
.
.
Terkadang...kita merasa bahwa kitalah yang paling menderita. Tanpa memikirkan perasaan orang yang sangat peduli pada kita, kita memberikan perhatian menyakitkan.
Kubuka
kembali mata ini, kurasakan pipi ku basah karena jatuhnya liquid bening dengan
derasnya. Kenapa baru sekarang kusadari bahwa semua perkataanku pasti sangatlah
melukai hatinya? “Mama…
maaf telah lancang mengusap wajahmu…” bisikku pada pigura sosok mama.“Maaf
mama… diri ini sudah sangat tidak pantas menyentuhmu” bisikku kali ini sarat
akan kesedihan. Akupun keluar dari tempat kenangan itu. Tempat yang mama dan
aku sebut sebagai rumah. Kecil memang, namun baru kusadari disana sangatlah
tenang dan nyaman.Hari
sudah menginjak sore, akupun berjalan kembali menyusuri jalan setapak, ditengah
jalan aku melihat setangkai bunga lily. Bunga kesukaanmu. Akupun tersenyum
kecil… tanganku terulur untuk memetiknya.Kini aku
telah berada di puncak sebuah bukit dan aku melihat mama… akupun mendekatinya.
Aku mengulum senyum dan duduk di sebelahnya
“Hai
mama… aku merindukanmu. Bagaimana kabarmu ma?” tidak ada jawaban, akupun
tersenyum miris. Apa kau benar benar benci padaku ma?
“Mama,
aku membawakanmu sebuah hadiah” kuletakkan bunga lily yang tadi kupetik di
sebelahnya.
“Mama
suka bunga lily kan? Helena bawakan. Mama senang?” ku gigit bibir bawahku,
menahan agar jangan ada sebuah isakan meluncur dari bibirku.
“Mama…
sudah 5 tahun berlalu ya? Maafkan Helena. Kini Helena mau melakukan apapun agar
mama tersenyum bukan menangis lagi… Mama, maafkan Helena… Aku mencintaimu ma…”
“Mama…
nyanyikan Helena sebuah Lullaby yang dulu selalu kau nyanyikan untukku…”“Hiks… mama….”
Hancur sudah pertahananku, kupeluk erat batu nisan milikmu. Menumpahkan semua
kesedihanku, dalam sebuah tangisan menyayat hati.
.
.
.
“Star’s in the sky wishing once upon a time. Give you love make you
smile till the end of life”
I’ll smile don’t wanna see you cry, just sing me a LullabyI’ll cry for you, to see you’re smile, this will be my
lullaby
Even I know it’s too late Mom…
.
.
.
.
“Mama…
sing me a Lullaby please?”