Hatsune Miku

Selasa, 28 Oktober 2014


Lullaby


Apa yang akan kau lakukan saat sebuah rasa penyesalan kepada seseorang yang sangat menyayangimu datang terlambat?

.

.

.

Kulangkahkan kaki ini menuju sebuah tempat. Tempat dimana banyak sekali kenangan yang tersimpan rapi di dalamnya. Dan kuberhentikan langkah ini menuju sebuah pintu tua, banyak bercak bercak di sana sini termakan usia. Dengan sisa tenaga yang mungkin tak kan dapat kutahan ini, kubuka perlahan pintu tua ini. Akupun mulai masuk kedalam sebuah tempat kenangan yang perlahan mulai menyeruak kedalam ingatanku secara perlahan seiringnya kaki ini semakin masuk menyusuri setiap jengkal ruangan ini.Masih teringat jelas dan mungkin membekas di diri, saat suaramu yang begitu merdu menyapa indra pendengaranku. Bagaimana dirimu memanggil namaku, suara laksana malaikat surga.Kualihkan pandanganku ke sebuah pigura yang masih tergantung rapi. Dan disana, kulihat wajahmu… wajahmu yang anggun walaupun banyak terdapat gurat gurat kelelahan. Entah kenapa kaki ini mulai melangkah dengan perlahan ketempat dimana pigura itu diletakkan, kuberdiri didepannya, dengan sangat perlahan kusentuh bingkai wajahmu. Kupejamkan mata ini menyusuri semua kenangan pahit yang kuyakin banyak melukai hatimu.

.


.

“Helena! Sudah mama katakan, jangan berkeliaran di luar malam malam dengan teman teman mu itu!”

“Jangan pernah melarangku mama! Kau yang membuatku seperti ini, siapa yang menyuruhmu bercerai dengan papa sedangkan mama belum sanggup menghidupiku!”

“H-helena...”

.

.

Terkadang...kita merasa bahwa kitalah yang paling menderita. Tanpa memikirkan perasaan orang yang sangat peduli pada kita, kita memberikan perhatian menyakitkan.



Kubuka kembali mata ini, kurasakan pipi ku basah karena jatuhnya liquid bening dengan derasnya. Kenapa baru sekarang kusadari bahwa semua perkataanku pasti sangatlah melukai hatinya? “Mama… maaf telah lancang mengusap wajahmu…” bisikku pada pigura sosok mama.“Maaf mama… diri ini sudah sangat tidak pantas menyentuhmu” bisikku kali ini sarat akan kesedihan. Akupun keluar dari tempat kenangan itu. Tempat yang mama dan aku sebut sebagai rumah. Kecil memang, namun baru kusadari disana sangatlah tenang dan nyaman.Hari sudah menginjak sore, akupun berjalan kembali menyusuri jalan setapak, ditengah jalan aku melihat setangkai bunga lily. Bunga kesukaanmu. Akupun tersenyum kecil… tanganku terulur untuk memetiknya.Kini aku telah berada di puncak sebuah bukit dan aku melihat mama… akupun mendekatinya. Aku mengulum senyum dan duduk di sebelahnya

“Hai mama… aku merindukanmu. Bagaimana kabarmu ma?” tidak ada jawaban, akupun tersenyum miris. Apa kau benar benar benci padaku ma?

“Mama, aku membawakanmu sebuah hadiah” kuletakkan bunga lily yang tadi kupetik di sebelahnya.

“Mama suka bunga lily kan? Helena bawakan. Mama senang?” ku gigit bibir bawahku, menahan agar jangan ada sebuah isakan meluncur dari bibirku.

“Mama… sudah 5 tahun berlalu ya? Maafkan Helena. Kini Helena mau melakukan apapun agar mama tersenyum bukan menangis lagi… Mama, maafkan Helena… Aku mencintaimu ma…”

“Mama… nyanyikan Helena sebuah Lullaby yang dulu selalu kau nyanyikan untukku…”“Hiks… mama….” Hancur sudah pertahananku, kupeluk erat batu nisan milikmu. Menumpahkan semua kesedihanku, dalam sebuah tangisan menyayat hati.

.

.

.

Star’s in the sky wishing once upon a time. Give you love make you smile till the end of life

I’ll smile don’t wanna see you cry, just sing me a LullabyI’ll cry for you, to see you’re smile, this will be my lullaby

Even I know it’s too late Mom… 

.

.

.

.

“Mama… sing me a Lullaby please?”